Rabu, 16 Januari 2019

Sejarah Masjid Al-Ikhlas Haurkolot, Haurgeulis, Indramayu

BERDIRI DARI KEPEDULIAN TOKOH MASYARAKAT YANG IKHLAS



Al-Ikhlas yang terdapat di Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu merupakan satu diantara sekian masjid yang ada sebagai sarana tempat ibadah umat muslim. Pembangunannya dimulai menjelang akhir 2005 memasuki tahun 2006 dan digunakan tahun 2007.

Peletakan batu pertama Masjid Al-Ikhlas, Haurkolot, dilakukan oleh bupati Indramayu. Kala itu bupatinya adalah H.  Irianto M.S. Syafiuddin, atau yang biasa dipanggil Yance.

Bangunan utama Masjid Alikhlas, Haurkolot, berukuran 20 x 20 meter. Jika ditambah selasar yang lebarnya 3 meter yang terdapat di kanan-kiri dan pintu tengah maka keseluruhan masjid memunyai ukuran 26 x 26 meter.

Masjid ini juga mempunyai atap berbentuk limas segi empat. Disamping kanan depan masjid terdapat satu menara yang difungsikan sebagai tempat pengeras suara agar saat adzan dapat didengar masyarakat lebih luas dan juga sebagai estetika masjid.

Masjid Al-Ikhlas dibangun berawal dari kepedulian beberapa tokoh masyarakat yang melihat masjid yang ada di Haurkolot, yaitu Masjid Nurul Huda (Masjid yang digunakan sebelum ada masjid Al-Ikhlas) sudah tidak dapat menampung jamaah, terutama saat pelaksanaan sholat Jumat dan hari-hari besar lainnya.

Mereka para tokoh diantaranya; Ustad M. Abbas Abdullah, Budi Setiawan,  Haris, Sutara, Trisna, Iwan Himawan, Dahri Iskandar, Ujang Tarkim, H. Idup Supriatna, S.P., dan Ano Amijoyo, S.P., menginginkan dibangun sebuah masjid yang dapat mengakomodir jamaah masyarakat Desa Haurkolot.

Ada juga masyarakat Desa Haurkolot yang memberi usulan untuk merenofasi Masjid Nurul Huda agar dapat menampung jamaah. Namun,  tanah yang ditempati Masjid Nurul Huda yang sempit tidak memungkinkan untuk dapat memperluas bangunan masjid.

Akhirnya beberapa inisiator datang ke Kantor Desa Haurkolot yang saat itu dipimpin Kuwu Enin, untuk mengajukan pembangunan masjid baru. Kuwu Enin, yang menjabat saat itu merespon aspirasi dari warganya, dan akhirnya diadakanlah musyawarah.

Sebagian besar peserta musyawarah menyepakati untuk membangun masjid baru di lokasi lain. Karena di lokasi awal sudah tidak ada lahan yang memungkinkan untuk dibangun masjid yang lebih besar. Walaupun ada pro kontra saat itu, akhirnya disepakati untuk dibangun masjid baru.

Dana awal yang dipegang panitia pembangunan masjid hanya ada 500 ribu rupiah. Sedangkan diperkiraakn pembangunan masjid yang dituangkan dalam Rancanagan Anggaran Belanja (RAB) membutuhkan dana 1,3 milyar rupiah.

Modal 500 ribu rupiah hanya mencukupi untuk kegiatan musyawarah dan pembuatan papan nama (plang) pembangunan masjid. Panitia harus berfikir keras guna memenuhi kekurangan anggaran yang telah diperkirakan.




Guna memecahkan masalah tersebut, panitia pembangunan bermusyawarah dengan tokoh-tokoh masayarakat. Ada 70 tokoh masyarakat yang diundang dalam musyawarah, termasuk Camat Haurgeulis dan aparat Desa Haurkolot.

Dari hasil musyawarah tersebut, dihasilkan keputusan yang dituangkan dalam berita acara “tanah seluas 2.220 M2 (berlokasi di seberang jalan dari Masjid Nurul Huda) diberikan untuk dihibahkan kepada panitia pembangunan masjid.

Selain mendapatkan lahan wakaf yang cukup luas, hasil musyawarah para tokoh masyarakat tersebut juga menghasilkan keputusan bahwa pendanaan pembangunan masjid digali dari swadaya masyarakat.

Maka pada gerakan pertama, terkumpul dana sebesar 60 juta rupiah dari swadaya masyarakat. Dana tersebut langsung dibelanjakan material untuk kebutuhan pembangunan masjid, dan terus berkembang dan bertambah dari hasil swadaya masyarakat.

“Alhamdulillah 2007 Masjid Al-Ikhlas sudah bisa digunakan, walaupun belum sempurna, masih dalam tahap perbaikan. Kami terus melanjutkan pembangunan hingga akhirnya selesai seperti ini,” kata Ustadz M. Abbas Abdullah, ketua DKM Masjid Al-Ikhlas dan salah satu inisiator pembangunan masjid.

Sedangkan masjid/mushola lama dibongkar dan dijadikan pendidikan Madrasah Diniyah anak-anak Desa Haurkolot, Haurgeulis, Indramayu.